Jumat, 19 Desember 2008

Secuil pengalaman bikin SIM C baru

Kira-2 di bulan Mei 2005, gw dan temen kantor gw rencana mau bikin SIM C baru. Sebelumnya gw udah pernah punya SIM C, tapi udah tau dari kapan, masa berlakunya habis dan gak pernah diperpanjang lagi, lagipula udah gak punya sepeda motor lagi. Tambahan lagi, SIM C yang dulu keluaran Polres Bekasi, karena waktu itu gw masih jadi warga Bekasi. Setelah married dan pindah domisili, resmilah diri gw jadi warganegara DKI Jakarta...makanya SIM C Bekasi udah gak bisa diperpanjang lagi, karena KTP cap Bekasi udah musti diganti dengan KTP cap Monas DKI Jakarta. Kalo temen gw, emang belon pernah punya SIM C. Pdhl ybs udah punya sepeda motor sejak tahun 2003, dan selama itu pula gak pernah bikin SIM C....bandel amat yak. Akhirnya ketika my SilverRed Shogun udah nangkring di rumah sejak Mei 2005, gw memantapkan hati untuk segera bikin SIM C...dan langsung ajak temen gw untuk bikin SIM C juga, syukur alhamdulillah temen gw mau diajak buat bikin SIM C barengan. Waktu itu kalo gak salah hari Rabu, gw ijin gak masuk kantor dengan alasan buat bikin SIM C, dan gw langsung jemput temen gw di seputaran Pluis Palmerah (riding without SIM C...nekad)...dan sampai dirumah temen gw sekitar jam 07,30, langsung diajak sarapan bareng...Kelar sarapan, sekitar jam 08.15 kita boncengan ke Satpas SIM di Daan Mogot. Udah rencana dari awal, kalo kita berdua akan urus SIM C ini tanpa pake calo. Sampe di parkiran, kita langsung parkir my RedSilver Shoggy dan langsung menuju ke gedung Satpas. Setelah menunggu beberapa saat, kita dikumpulkan di halaman depan gedung dan diberikan arahan oleh pejabat berwenang...diantaranya disampaikan bahwa pengurusan SIM C harus sendiri dan disarankan tidak melalui calo...bla bla bla....Setelah selesai pengarahan, kita semua satu persatu secara tertib masuk ke dalam gedung dan mulai menuju ke loket pendaftaran. Disini kita mulai dari pemeriksaan kesehatan mata, bayar Rp. 10.000 tanpa tanda terima, kemudian diperiksa mata (cuma sekedar formalitas), setelah itu menunggu hasilnya kira-kira gak sampe 5 menit, trus ke loket form pendaftaran dengan membayar sejumlah uang (tarif resmi), kita pun mengisi form pendaftaran dengan melihat contoh pengisian form. Selesai mengisi, kita melengkapi persayaratan berupa fotokopi KTP, bukti pemeriksaan kesehatan, dan bukti pembelian asuransi Bhayangkara. Setelah itu gw dan temen gw menuju ke lantai dua untuk mengikuti ujian teori. Dalam satu sesi ujian teori, ada kira-2 80 orang bersama-2 mengikuti ujian teori untuk SIM A maupun SIM C. Waktu yang diberikan untuk ujian tertulis tidak lebih dari 30 menit. Soal yang diberikan sebanyak 36 soal pilihan ganda. Selesai mengisi, kita pun menunggu hasil ujian teori di lantai satu. Kira-2 menunggu 30 menit, hasil ujian pun keluar. Satu persatu pemohon SIM dipanggil dan langsung menuju ke lokasi ujian praktek. Tapi kok nama kita berdua gak dipanggil-panggil. Tunggu punya tunggu, gak lama kita berdua pun dipanggil terakhir, dan di hasil ujian teori kita berdua dinyatakan tidak lulus. Gw dapet nilai 16, temen gw dapet nilai 17...sedangkan persyaratan minimal lulus ujian teori adalah 18....damn..what the hells is going on....!!! Gw ama temen gw gak percaya dengan hasil ujian teori tsb, karena kita merasa soal yang diberikan tidaklah terlalu sulit...akhirnya kita disuruh ke lantai dua ke tempat ujian teori lagi oleh petugas hasil ujian teori. Kita berdua kembali ke lantai dua, tanpa tahu musti 'ngapain lagi ke lantai dua. Sesampai di lantai dua, kita menghadap ke petugas yang ada di situ (PNS Polri) dan diberitahukan bahwa kita bisa mengulang ujian teori 3 hari ke depan lagi, tanpa harus membayar lagi...WHAT...!!! tapi ujung-2nya mereka menawarkan kalo mau lulus dan langsung ujian praktek, harus bayar masing-2 sebesar Rp. 250.000,-....WHAT....!!! Gw sempet tawar menawar dengan petugas yang ada, tapi mereka bersikukuh tidak mau menerima penawaran kurang dari gw. Akhirnya gw dan temen gw keluar dari ruangan dan sempet rundingan, menurut gw mendingan balik lagi 3 hari ke depan...lagi asyik rundingan, seseorang di samping temen gw denger omongan gw dan dia bilang, ... " mas, percuma balik lagi 3 hari ke depan, mendingan langsung bayar aja, temen saya dan saya aja 'ngulang ujian teori sampe 2 kali gak lulus-lulus...".....WHAT...!!! Akhirnya, setelah menimbang dan memutuskan...akhirnya kita berdua kembali ke ruangan itu untuk menerima penawaran untuk "LULUS" dengan membayar Rp. 250.000,- / orang. Setelah menerima uang, petugas itu pun dengan mudahnya mengganti kertas hasil ujian gw dan temen gw dan mencantumkan nilai "18" di kertas hasil ujian tsb. Setelah itu, gw dan temen gw turun ke lokasi ujian praktek...disinipun gw berdua melihat banyak kelucuan yang terjadi...beberapa pemohon diminta untuk ujian praktek berupa, membuat lingkaran angka delapan, zigzag melewati patok-2 kayu dan melintas di antara patok-2 kayu kiri dan kanan...cuma yang anehnya...jarak antara patok-2 kayu tsb sangatlah sempit dan hampir mustahil kalo kita akan mulus tanpa menjatuhkan patok-2 kayu tsb...karena kenyataannya semua peserta ujian praktek, dengan suksesnya menjatuhkan patok-2 kayu... Karena jumlah pemohon sangat banyak, tidak semua menjalani ujian praktek...dan ujung-2nya "pak polisi" yang mengetest pun meminta kesadaran kita untuk kasih uang "ujian" lulus tanpa harus praktek....WEIRD..!! Selesai dari sini, kita menuju ke loket pengesahan hasil ujian dan sekali lagi kita harus menunggu cukup lama. Dari sini, kita masih diminta sejumlah uang juga. Kemudian kita menuju ke loket photo dan tandatangan, di sini kita kembali diminta sejumlah uang. Selesai photo dan tandatangan, kita pun menunggu kurang lebih 30 menit untuk mendapatkan SIM C. Selesai mendapatkan SIM C, kita ke loket asuransi untuk mengambil kartu asuransi Bhayangkara. Hitung punya hitung, untuk mengurus 1 buah SIM C tanpa harus lewat calo = ± Rp. 400.000,-........kayaknya mendingan pake calo dari awal, keluar uangnya gak beda jauh...awalnya mau tertib / disiplin gak pake calo, akhirnya tetep aja kena pelayanan ala calo juga....

Senin, 15 Desember 2008

Paling gak enak kalo SAKIT....

Setelah sekian lama gak pernah sakit, akhirnya tgl 06 Desember tepar juga.... Sakitnya cuma masuk angin, emang udah berasa dari pagi badan agak-2 demam...mungkin ini titik kulminasi dari minggu sebelumnya sepulang dari Touring Pelabuhan Ratu. Pulang dari Touring Pelabuhan Ratu, udah terasa capek tapi dicuekin ajah....dan akibatnya 'ngumpul sampe seminggu. Yang 'ngeselinnya, sakitnya pas di ajak ama keluarga pergi ke Lampung, jemput nyokap di sono. Pokoknya, sukses berat dech sakitnya....dari berangkat, di perjalanan, di tempat tujuan sampe pulang....tiduran terus di mobil. Sampe hari ini aja masih berasa belum fit beneran, pdhl udah diurut/dipijat, ke dokter sampe minum jamu....mungkin emang udah jatahnya sakit kaleee yak.....

Selasa, 02 Desember 2008

Perdebatan Safety Riding

Safety Riding. Apaan tuch...? makanan...? minuman...? merek baju...? or what...? Safety Riding mulai terdengar ramai dibicarakan kira-2 di awal milenium ke 2, dimana saat banyak bermunculan klub / komunitas sepeda motor, baik yang satu merek pabrikan, satu varian, satu kantor, satu sekolah, satu kampus, satu lingkungan, maupun yang lintas varian. Terus apaan tuch Safety Riding...? Menurut definisi ane pribadi, Safety Riding (SR) adalah sikap positif / santun / tertib / taat yang wajib dimiliki oleh pengendara kendaraan roda dua pada saat berkendara. Safety riding terasa mudah diucapkan dan mudah dijadikan slogan dan mudah untuk dijadikan tema suatu seminar / workshop, tapi alangkah sulitnya bagi pengendara roda dua untuk menerapkannya saat berkendara. Saat ini pengendara roda dua benar-benar sedang menjadi sorotan publik dikarenakan ulahnya saat berkendara di jalan raya, mulai dari tidak menggunakan peralatan standar keselamatan (helm), ugal-ugalan, selap selip, tidak menyalakan lampu sen saat berbelok, menerobos lampu traffic light dan masih banyak lainnya. Pokoknya semua jenis pelanggaran, seolah-olah identik dengan kelakuan para pengendara roda dua. Dari sudut pandang ane yang sudah hampir 4 tahun ini mengendarai sepeda motor, SR dibagi menjadi dua hal besar...yaitu : 1. penggunaan Safety Gear / peralatan standar keselamatan, seperti helm yang memenuhi standar keselamatan (SNELL, DOT, SNI), baik yang half-face maupun full-face, jaket yang menutup badan dan mampu menahan terjangan angin dan nyaman, sarung tangan baik yang half maupun full, sepatu yang menutup mata kaki, celana panjang dari bahan yang tidak mudah terbakar (terkena panas knalpot) atau sobek (saat terjatuh), masker pelindung debu. 2. pengetahuan dasar akan peraturan lalu lintas. Menurut aturan yang benar, proses pembuatan SIM haruslah ketat, dimana para pemohon diwajibkan mengikuti test kesehatan, test teori tertulis dan test praktek. Semua hal diatas saat ini hanya menjadi formalitas belaka, makanya tidak heran jika banyak terjadi kecelakaan di jalan raya dikarenakan faktor pengendara yang tidak memahami peraturan lalu lintas. Memang tidak berkorelasi langsung, tapi paling tidak hal ini menjadi penyumbang dalam angka kecelakaan yang terjadi saat ini. Menurut pengamatan ane, sebenarnya para pengendara roda dua paham dan tau mengenai dasar-dasar peraturan lalu lintas yang berlaku saat ini, seperti berhenti saat lampu traffic light menyala merah...tapi kenapa juga masih banyak pengendara roda dua yang "nyelonong" / "terabas" saat traffic light menyala merah...? Sadar ataupun tidak sadar, di saat kita menerobos saat traffic light menyala merah, kita sedang melakukan perampasan hak orang lain, yang mana mereka sedang mendapatkan prioritas jalan karena traffic lightnya sedang menyala hijau...dan tentu saja kita melakukan pelanggaran aturan lalu lintas yang berlaku. Secara manusiawi, pasti kita tdk mau jika dirampas haknya...tapi kok dengan seenaknya kita merampas hak orang lain...?